Hari ini adalah hari dimulainya packing....sungguh berat rasanya untuk memulai, entah dari mana harus dilakukan terlebih dahulu. Satu persatu gundukan barang-barang menanti masuk ke dalam box2, menunggu untuk mulai dipisah-pisahkan, tapi tetap saja ada rasa sedih dan sesak di dada ini. Sambil memilah barang-barang tersebut terkenang kembali semua memory yang pernah terjadi di rumah ini. Hari ini memang hari dimulainya pindahan rumah, rumah yang telah kita huni lebih dari 8 tahun yang lalu, rumah yang kami bangun dari semua hasil keringat, kerja keras dan air mata kami juga dengan seluruh cinta yang kami punya.
Rumah ini bukan sekedar rumah biasa bagi kami, ada proses panjang dan berliku untuk mendapatkannya, sebuah proses yang mungkin sama panjangnya dengan perjalanan rumah tangga kami. Saya ingat saat memutuskan untuk membangun rumah ini, usia pernikahan kami belum mencapai satu tahun. Seperti semua perkawinan lainnya masih banyak hal-hal yang harus disesuaikan, apalagi bagi kami yang saat itu memang baru benar-benar memulainya. Keputusan saya untuk ikut suami yang bertugas dan menetap lama di luar negri setelah menikah merupakan sebuah keputusan terbesar dalam hidup saya, mungkin sama besarnya dengan ketika saya memutuskan untuk menikah. Walaupun semua resiko seperti jauh dari keluarga, teman-teman dan meninggalkan semua kegiatan serta aktifitas harian yang biasanya saya lakukan serta resiko untuk tidak bekerja lagi sudah saya persiapkan matang-matang tapi tidak urung membuat awal-awal kepindahan saya ke negara yang sama sekali asing ini sering membebani pikiran saya juga.
Awal yang penuh keraguan, ketakutan dan rasa tidak nyaman ini akhirnya sedikit-sedikit mulai hilang karena tekad kami berdua sudah bulat, apapun rintangannya akan kami hadapi berdua dan sesulit apapun, sedapat mungkin akan kita selesaikan bersama. Mungkin tekad itulah yang menguatkan kami satu sama lain menghadapi berbagai masalah dan semua beban kehidupan dalam menjalani pernikahan kami selama ini. Tekat untuk selalu bersama dalam suka dan duka yang merupakan salah satu bentuk perjuangan dalam mengarungi kehidupan perkawinan, sama seperti halnya perjuangan dan rasa syukur tak terhingga yang saya rasakan untuk mendapatkan rumah mungil kami.
Pada awal kepindahan ke Colombo suami dan saya memutuskan untuk tinggal di rumah yang disediakan oleh KBRI. Keputusan ini kami ambil karena saya pikir pada saat itu kami hanya berdua saja, dan juga sekaligus untuk menghemat uang sewa, karena tinggal ditempat lain akan mahal sekali sebab harus membayar sewa bulanan yang jumlahnya amat besar bagi kami. Awalnya berat memang tinggal disana karena sebenarnya rumah tersebut adalah bekas kantor KBRI lama. Ruangan-ruangan kantor tersebutlah yang kemudian dijadikan tempat tinggal. Ada 4 keluarga yang tinggal disana termasuk kami . Kami mendapat beberapa ruangan untuk ditinggali, ruangan kantor tersebut kemudian saya sulap menjadi ruang tidur, ruang tamu dan dapur dan saya dekorasi sebaik-baiknya agar tampak layak huni dan menyerupai flat kecil. Tapi setelah kami hampir setahun tinggal disana pimpinan memanggil kami semua dan memberitahukan agar kami siap-siap untuk meninggalkan tempat tinggal kami tersebut sebab gedung kantor akan di jual ke pihak lain.
Pengumuman ini agak mengejutkan karena mendadak tapi kami terima dengan iklas karena memang sebenarnya gedung tersebut diperuntukkan sebagai kantor bukan rumah tinggal. Kami semua diberi kesempatan 3-4 bulan lagi sebelum mendapatkan tempat tinggal yang baru dan saya hitung saat kami harus meninggalkan gedung tersebut bertepatan dengan saat saya melahirkan nantinya karena saya saat itu sedang hamil, oleh karena itu pencarian rumah tinggal harus sesegera mungkin. Tetapi setelah berputar-putar mencari yang sesuai dengan budget kami, saya dan suami serta atas saran teman-teman suami akhirnya memutuskan untuk membeli tanah saja dan membangunnya. Keputusan itu datang dengan pertimbangan karena kami akan tinggal lama di negara ini. Dengan membangun rumah selain uang kami tidak hilang maka bila kami memutuskan untuk pindah suatu hari nanti rumah tersebut dapat dijual kembali. Kebetulan pada saat itu juga peraturan negara memungkinkan warga negara asing membeli property sama dengan warga negara lokal sehingga posisi kami aman.
Yang menjadi masalah pada saat itu adalah uang tabungan yang kami punya tidak mencukupi dari budget yang diajukan oleh kontraktor kami. Tapi karena kami sudah terdesak untuk pindah maka tanahpun kami beli terlebih dahulu dan berencana untuk membangunnya pelan-pelan sambil menunggu uang cukup terkumpul. Salah satu cara menghemat yaitu mulai saat pemilihan gambar serta desainnya kami coba untuk tangani sendiri, dan kebetulan juga kontaraktornya adalah juga teman suami sehingga kami mendapatkan diskon khusus.
Dapur tempat saya bereksperimen dan menghilangkan stress |
Rumah idaman ini pun akhirnya dapat berdiri karena buah cinta dan perjuangan kami, walaupun rumah yang seharusnya berdiri dalam jangka waktu 4 bulan akhirnya selesai dalam waktu setahun. Bersyukur juga kami saat itu karena pimpinan ternyata berubah pikiran dan tidak jadi menjual kantor lama tempat dimana kami tinggal, sehingga kami bisa sedikit lebih lama menempatinya dan itu berarti kami bisa terus menabung untuk dapat menyelesaikan rumah idaman kami tersebut.
Walaupun rumah kami sederhana dan kecil tapi cukup komplit, dan semua detail kami buat dengan cermat, setiap sudut menggambarkan keinginan kami. Setahap demi setahap akhirnya siap dihuni dan kami benar-benar puas karena rumah tersebut benar-benar bentuk perwujutan dari gabungan keinginan kami berdua.
Di rumah kecil dan sederhana ini semua hobby kami berdua dapat tersalurkan, seperti saya yang hobby memasak dan menanam tanaman serta suami yang hobby mencuci mobil serta berkebun dapat menyalurkannya karena kami memiliki dapur yang walaupun tidak luas tetapi nyaman untuk memasak dan halaman depan belakang mungil yang cukup untuk berkebun serta garasi untuk mencuci mobil. Begitu pula dengan anak saya, dia sangat menyukai rumah kecil ini, buatnya rumah ini adalah rumah pertamanya, tempat dimana dia tumbuh besar, rumah tempatnya bermain-main. Pokoknya semua kami buat senyaman mungkin agar kami semua betah berlama-lama tinggal dirumah mungil kami.
Sampai akhirnya tiba waktunya untuk melepaskan rumah ini. Sebenarnya keputusan untuk pindah adalah keputusan terberat buat kami, kontrak suami yang hampir habis dan keinginan kami untuk kembali ketanah air yang membuat kami harus menjual rumah tercinta ini. Pencarian pembelipun dimulai, dan memang walaupun tidak mudah mendapatkannya tapi akhirnya kami mendapatkan seseorang yang cocok dengan rumah kami tersebut.
Dengan rasa sedih akhirnya kami harus melepaskannya. Harapan saya semoga saja pembeli yang baru tersebut juga memiliki rasa cinta yang sama dan rasa sayang serta rasa nyaman yang sama, seperti apa yang kami rasakan selama kami tinggal di rumah ini. Dan buat kami sendiri semoga saja semua kenangan indah selama berada di rumah kami tersebut dapat kami bawa terus dan juga rasa nyaman dan kehangatan selama tinggal di rumah tercinta ini akan kami dapatkan lagi dimanapun nantinya kami akan tinggal.
huhuhu....jadi mewek bacanya nih mb Dini. Aku juga pernah ngalami perasaaan seperti ini biarpun cuma kontraktor. Segala kenangan manis di rumah yang sudah ditempati itu lho yang bisa ngiris-iris hati kalo dikenang....
ReplyDeleteTapi apapun itu aku ucapkan Welcome Home ya mbak Dini. Semoga bisa lebih nyaman, ama dan bahagia tinggal di negeri sendiri.
Dearest Rina Audi, wah ternyata ada temannya aku ya...kupikir aku aja yang sensi dan cengeng hehe....Makasih banget ya doanya bener2 menjadi obat dikala sedih begini... Pindah ke Indonesianya sebenarnya msh tahun depan tapi rumah dijual dulu karena kan sdh harus siap2. Sementara nanti kita tinggal di rumah sewa dulu sebelum benar2 pindah ke Tanah air. Sekali lagi terimakasih ya doanya benar2 menyejukkan.
ReplyDelete