Tuesday, October 26, 2010

Sepenggal kenangan

November, 1999

Setelah pesta inagurasi yang diadakan fakultas, kami berempat secara spontan memutuskan untuk membuat pesta kecil lanjutan. Saya yang dengan susah payah berhasil lolos dari D.O: Rini yang akan melepas masa lajangnya seminggu setelah hari itu; Utami yang akan kembali mengajar di universitas tempatnya bertugas; Amali yang juga akan kembali mengajar dan bertugas di luar pulau; merasa perlu merayakan keberhasilan kami melewati masa-masa sulit saat menempuh pendidikan dan juga sebagai pesta perpisahaan. Karena masing-masing dari kami tidak ada yang membawa teman special maka kami merayakannya hanya berempat saja. Tempat pesta kecil ini kami putuskan di puncak tertinggi kota Malang daerah Payung, Batu, tempat banyak penjual jagung bakar buka sampai dini hari.

Malam itu malam minggu...namun entah kenapa suasana di Payung tidak seperti biasanya, pengunjung kedai jagung bakar hanya beberapa orang saja, atau mungkin juga karena gerimis kecil yang turun sudah sejak sore. Untuk meramaikan suasana kami panggil pengamen jalanan yang biasa mangkal di tempat itu. Lumayan juga pikir kami, karena pengamen ini sudah sedikit modern, dia memakai speaker kecil dan mesin karaoke recorder. Tapi karena si pengamen hanya hafal satu lagu saja, akhirnya tugas menyanyi diserahkan pada Utami yang memang senang menyanyi dan hafal hampir semua lagu dangdut yang ada di kaset si pengamen.

Malam makin larut...lelah bernyanyi dan bercengkerama, ditemani aroma jagung bakar yang mengepul hangat, sambil memandang keindahan kerlip lampu kota Malang nun jauh dibawah sana, kami duduk terdiam tenggelam dalam pikiran masing-masing... Suara pengamen jalanan yang sudah pindah ke kedai lain terasa mendayu-dayu namun juga terasa jauh dan asing.
Disertai gelak tawa pengunjung lain dengan lagu yang  tetap sama, berulang-ulang, sebuah lagu dangdut populer yang hanya saya tahu penggalannya saja...."Aku bukan pengemis cinta..." biasanya lagu ini dinyanyikan dengan gaya melengking kocak......tapi kali ini anehnya seperti menusuk sanubari.... disertai rasa dingin hingga ke tulang... merambah ke dalam hati yang paling dalam....

Kami pulang dengan hati yang perih, pelukan perpisahan, doa dan derai air mata...langkah-langkah gontai dan perasaan yang mencekam..... mungkin juga karena ada satu pikiran dan pertanyaan yang sama......dan terus menggantung disana seolah menghantui hati kami masing-masing......."Habis ini apa?......"


November, 2000

Duduk sendiri di sudut sebuah kedai kopi sebuah pertokoan ternama belantara ibu kota. Ditemani secangkir capuchino pahit dan sepotong fruit danish. Dentum musik, riuh pengunjung, asap rokok berbaur dengan kerlip lampu-lampu gedung bertingkat, ditambah lalu lalang kendaraan di jalan di luar sana seperti tidak mampu menghilangkan suasana hati yang sepi mencekam, suasana aneh, menebarkan rasa dingin menusuk-nusuk dan menyesakkan.
Sendiri dalam lamunan panjang mengingatkan susana yang persis sama bebarapa tahun yang lalu...suasana hati di kedai jagung bakar Payung, Batu Malang.... dan ternyata tanpa disadari tetap masih menyisakan pertanyaan dan kegelisahan yang juga sama...."Habis ini apa?...."

Malam itu....saya tinggalkan kedai kopi di ibu kota...dengan sebuah hembusan nafas panjang, berat namun pasti...melepaskan semua beban dan penat di hati...dengan sebuah langkah panjang dan sesungging senyum kemenangan...karena sekarang sudah ada jawabannya....."Tutup buku....Buka terop....." gumam saya sambil berlalu....



Catatan :
"Tutup buku buka terop" sering dipakai sebagai lelucon sehari-hari di daerah jawa yang menggambarkan seorang anak  yang baru selesai sekolahnya terus langsung memutuskan menikah. Bisa juga diartikan sebagai memulai langkah yang benar-benar baru dalam kehidupannya.

No comments:

Post a Comment