Monday, May 3, 2010

Kontrasepsi

Setelah memiliki buah hati yang saya idam-idamkan, saya dan suami memutuskan untuk memakai kontrasepsi. Diskusi panjang saya lakukan dengan dokter spesialis langganan kami dan akhirnya saya putuskan untuk memakai IUD dengan pertimbangan paling sedikit resikonya dan pemakaiannya bisa jangka panjang, juga saya anggap paling tidak ribet. Tapi setelah 5 tahun memakainya saya putuskan untuk melepasnya dan berganti dengan sistem lain. Ternyata badan saya selama ini tidak bisa tahan dengan IUD yg merupakan benda asing dalam tubuh. Banyak keluhan yang saya rasakan seperti sakit perut sebelum menstruasi sampai kejang perut kalau sedang capek, dan keluhan lain.

Setelah pilah-pilih metode apa yang cocok untuk digunakan dan disertai konsultasi ke dokter akhirnya saya memilih memakai pil. Tapi apakah masalah saya dengan kontrasepsi ini berhenti sampai disitu...ternyata tidak sama sekali. Bukan berarti badan saya menolaknya atau saya bertambah gemuk atau kurus seperti keluhan orang pada umumnya, tapi ternyata sulit sekali membeli pil kontrasepsi ini di kota saya....
Saya tidak bilang kalau farmasi-farmasi tidak menjual obatnya tapi ternyata membelinya membutuhkan nyali tersendiri.

Beberapa kali saat pergi membeli di farmasi para petugasnya memberi senyum yang ganjil, kadang mereka berpandang-pandangan satu sama lain, terkadang mengernyitkan dahi. Pertama saya pikir apa mungkin mereka tidak mengerti apa yang saya maksud ataukan dialek saya aneh karena saya orang asing. Tapi kok lama-lama mengganggu sekali. Mereka juga selalu berbisik-bisik seolah takut obat yang saya minta didengar dan diketahui oleh orang lain. Sempat juga saya berpikir apakah membeli alat kontrasepsi ilegal di negara ini, tapi kenapa mereka menjualnya di farmasi sebagai obat bebas.

Pernah suatu kali saya membelinya difarmasi sebuah klinik, kebetulan saat itu saya habis melakukan pemeriksa rutin papsmear jadi saya minta sekalian resep obat yang direkomendasikan oleh dokter yang memeriksa. Si petugas bolak-balik bertanya pada saya sakit apa sebenarnya saya, kenapa dokter memberi obat ini dan pertanyaan-pertanyaan lain yang mengganggu. Saya kan tidak sedang melakukan aborsi pikir saya, dan dengan kesal saya jawab, "Sebenarnya ini bukan urusan kamu, tapi kalau kamu mau tahu semua kenapa kamu tidak tanya langsung saja ke dokternya".

Pernah pula saya begitu marahnya pada beberapa laki-laki yang kebetulan  sedang ngobrol di dekat konter farmasi sebuah supermarket. Mereka dengan tiba-tiba menghentikan obrolan, memandang saya kemudian tertawa berderai-derai ketika mendengar saya meminta sebuah "brand" tertentu pada petugas farmasi tempat itu. Ini sudah keterlaluan menurut saya. Padahal saya membawa anak saya juga pada saat itu, jadi tidak ada alasan buat mereka menertawakan saya karena dianggap belum cukup umur atau alasan lainnya.

Walaupun marah dan kesal semua kejadian ini tidak akan membuat saya mundur. Tidak ada yang bisa menghalangi saya untuk tetap membelinya dengan menebarkan rasa takut dan malu. Buat saya membeli alat kontrasepsi bukanlah kejahatan, bukan pula tindakan ilegal, ini adalah tanggung jawab kita semua, dimanapun kita berada dan apapun culture-nya. Sebagai seorang wanita dewasa jelas saya merasa hak-hak saya dilecehkan secara tidak langsung, tapi melakukan familly planning dengan baik dan benar adalah juga suatu pilihan. Dan bukan hanya tanggung jawab suami saja atau istri saja tapi tanggung jawab bersama untuk mewujudkannya.

No comments:

Post a Comment