Tuesday, January 5, 2010

Politik

Sebenarnya topik yang paling malas saya bahas adalah masalah politik, tapi heboh mengenai kasus bank century yg setiap hari ada di tayangan berita dan koran tanah air akhirnya berhasil juga mencuri perhatian. Semua pihak berusaha untuk berkomentar dan memberi pendapat, tentunya ada yang pro juga ada yang kontra, dan seperti biasa semakin banyak yang berkomentar maka semakin populer pula kasus yang dibahas. Dan terkadang menjadikan masalah yang biasa saja menjadi tampak luar biasa sehingga mampu menenggelamkan masalah2 yang sebenarnya malah perlu mendapatkan perhatian lebih.

Dari masalah bank century ini kalau kita berandai andai dan ditelaah dari kacamata ibu rumah tangga biasa yang tidak pernah belajar politik dan bukan pengamat dan pemerhati ekonomi, mungkin sangat sederhana. Pada saat itu mungkin presiden mengutus mentri keuangan untuk menyelamatkan bank century tanpa maksud apa2. Kenapa presiden? tentunya beliaulah pimpinan tertinggi saat itu dan sudah sepantasnya para bawahan beliau bekerja atas saran dan permintaan atasan dan tidak dapat bekerja tanpa persetujuan pimpinan. Pada saat beliau menerima laporan bahwa ada salah satu bank yang bermasalah, maka pikiran beliau hanya bagaimana menyelamatkan kredibilitas beliau sebagai presiden dan saat itu juga bukan saatnya presiden memberikan gambaran negative dirinya karena sedang berkonsentrasi menuju pemilu periode berikut.
Mengenai cara penyelamatan bank tersebut pastinya adalah tugas dari menkeu untuk menindak lanjutinya, dan segeralah menkeu berkoordinasi dengan para bawahan dan kolega2nya. Maka diputuskan cara tercepat dan paling aman adalah dengan mengucuran dana. Cara ini juga sedang populer dilakukan didunia yang terkena krisis ekonomi sehingga diharapkan masyarakat akan bereaksi sesedikit mungkin. Toh setelah bank selamat, kucuran dana itu akan menjadi stimulus dan akan kembali lagi, tidak ada yang dirugikan dan semua happy...

Tapi benarkah demikian....seperti pepatah kita meminta Tuhan berkehendak....rencana yang tadinya mulus semulus jalan tol ternyata berujung. Masyarakat yang sedang kesal dengan banyak kasus yang menyisakan tanda tanya dan ketidak adilan seperti kasus Antasari, kasus KPK, kasus prita, menjadi over confident setelah kemenangan yang diraih dengan penggalangan massa. Opini publik dibentuk, hal-hal remeh temeh yang tadinya seperti tidak ada hubungannya menjadi terhubung. Bisik-bisik di kedai minuman maupun warteg ternyata mampu menghasilkan sesuatu dan tentunya disambut hangat oleh kaum opposan bahkan mungkin diplintir atau dibumbui dengan maksud tertentu pula. Saling tuduh, menyalahkan sampai mencari siapa yang paling bertanggung jawab terhadap ini semua, dan semua tindakan tentunya didasari dengan mengatas namakan rakyat.
Mana benar mana salah semakin kabur...benarkah kasus itu sesederhana itu atau justru lebih dalam dari itu...Siapa yang paling diuntungkan dengan mencuatnya kasus ini...dan siapa yang akan dikorbankan nantinya...semua masih tanda tanya...dan akan selesaikah kasus ini atau menghilang dengan kasus lain yang lebih menarik....Wallahualam...

Politik memang rumit, ruwet bahkan kadang kejam dan tidak pandang bulu karena sering memakan korban. Tapi tahukah kita bahwa ternyata kita tidak bisa lepas dari politik dan kita telah melakukannya bahkan sejak kita baru lahir. Lihat saja kalau kita amati tingkah laku anak bayi, kadang kita bingung dibuatnya karena tanpa sebab bisa saja dia menangis berjam-jam hanya karena minta perhatian. Atau anak kecil bisa merajuk, menendang, bergelung-gelung membuat orang tua kewalahan hanya karena minta sesuatu di mall. Semakin besar cara berpolitik semakin pintar, pada masa sekolah sekelompok anak kecil bisa saja membuat kelompok untuk memusuhi teman mereka yang tidak mereka sukai. Biasanya kelompok tersebut secara tidak sengaja sudah memiliki struktur organisasi sederhana seperti menunjuk seseorang yg paling dominan untuk menjadi pimpinannya ada juga yang tugasnya memberi masukan2 pada pimpinannya, dan mata2 yg selalu memantau gerak si "teman" yang tidak disukai tersebut. Tindakan yang mereka lakukan atas dasar solidaritas inipun bisa bermacam2 dari menghasut dan mempengaruhi orang lain sampai melakukan aksi pengeroyokan.
Pernah pula kita dengar komentar Gus Dur (alm) tentang para anggota parlemen kita yang dia anggap berkelakuan seperti anak TK karena mempraktekkan gaya berpolitik anak sekolahan yang saling hasut dan main keroyok untuk mencapai tujuannya.

Saat lebih dewasa lain lagi cara berpolitik yang dipakai, tidak lagi berkelompok tapi lebih mengutamakan kemampuan individu. Pernahkah kita kesal pada teman kuliah kita yang tidak pintar2 amat tapi selalu memiliki nilai lebih tinggi karena sering ngobrol dan mentraktir dosen. Atau teman sekerja kita yang menyebalkan tapi selalu mendapat pujian atasan padahal kita tahu dia tukang gosip dan pintar menjilat atasan. Merekapun sebenarnya mempraktekkan cara berpolitik. Cara yang dipakai lebih santun dalam melaksanakan aksinya, dan biasanya hal ini dilakukan karena sudah mulai bisa menggambarkan tujuan yang akan dicapainya dengan jelas dan telah memiliki sistem dan metode tertentu yang paling aman dan tidak menyolok sehingga meminimalkan resiko bagi dirinya.

Sekali lagi politik memang ruwet, kejam, menyebalkan dan tidak dapat dihindari akan selalu ada di sekitar kita....Apapun yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang akan dicapai yang selalu harus diingat dalam berpolitik adalah selalu ada yang akan menjadi korban..Sekarang tergantung kita menyikapinya apakah siap menjadi korban atau malah menjadi pelakunya....

No comments:

Post a Comment